Rabu, 28 November 2012


PENGARUH AKHLAK PROFESI HUKUM
Dalam Penegakan Keadilan






Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Profesi Hukum
Pengampu: Bapak Muhammad Muslimin, S.H. M.H.
Disusun Oleh:
Ali Mahmudi
NIM: 09340023


Prodi/Jurusan: Ilmu Hukum
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2012


PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Dalam percakapan sehari-hari, perkataan profesi diartikan sebagai pekerjaan (tetap) untuk memperoleh nafkah (Belanda; baan; Inggeris: job atau occupation), yang legal maupun yang tidak. Jadi, profesi diartikan sebagai setiap kegiatan tetap tertentu untuk memperoleh nafkah yang dilaksanakan secara berkeahlian yang berkaitan dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi dengan menerima bayaran yang tinggi.
Keahlian tersebut diperoleh melalui proses pengalaman, belajar pada lembaga pendidikan (tinggi) tertentu, latihan secara intensif, atau kombinasi dari semuanya itu. Dalam kaitan pengertian ini, sering dibedakan pengertian profesional dan profesionalisme sebagai lawan dari amatir dan amatirisme, misalnya dalam dunia olahraga, yang sering juga dikaitkan pada pengertian pekerjaan tetap sebagai lawan dari pekerjaan sambilan.
Pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian yang berkeilmuan dalam bidang tertentu. Karena itu, ia secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang yang memerlukan keahlian berkeilmuan itu. Pengemban profesi yang bersangkutan sendiri yang memutuskan tentang apa yang harus dilakukannya dalam melaksanakan tindakan pengembanan profesionalnya.
Ia secara pribadi bertanggung jawab atas mutu pelayanan jasa yang dijalankannya. Karena itu, hakikat hubungan antara pengemban profesi dan pasien atau kliennya adalah hubungan personal, yakni hubungan antar subyek pendukung nilai.
Hubungan personal yang demikian itu tadi adalah hubungan horisontal antara dua pihak yang secara formal yuridis kedudukannya sama.
Walaupun demikian, sesungguhnya dalam substansi hubungan antara pengemban profesi dan klien itu secara sosio-psikologis terdapat ketidakseimbangan. Dalam pengembanan profesinya, seorang pengemban profesi memiliki dan menjalankan otoritas profesional terhadap kliennya, yakni otoritas yang bertumpu pada kompetensi teknikalnya yang superior.
Klien tidak memiliki kompetensi teknikal atau tidak dalam posisi untuk dapat menilai secara obyektif pelaksanaan kompetensi teknikal pengemban profesi yang diminta pelayanan profesionalnya. Karena itu, jika klien mendatangi atau menghubungi pengemban profesi untuk meminta pelayanan atau jasa profesionalnya, maka pada dasarnya klien tersebut tidak mempunyai pilihan lain kecuali memberikan pelayanan profesionalnya secara bermutu dan bermartabat.
Ini berarti bahwa klien yang meminta jasa pelayanan profesional, mendatangi pengemban profesi yang bersangkutan dengan kepercayaan penuh bahwa pengemban profesi itu tidak akan menyalahgunakan situasinya, bahwa pengemban profesi itu secara bermartabat akan mengerahkan pengetahuan dan keahlian berkeilmuannya dalam menjalankan pelayanan jasa profesionalnya.
Karena merupakan suatu fungsi kemasyarakatan yang langsung berkaitan dengan nilai dasar yang menentukan derajat perwujudan martabat manusia, maka sesungguhnya pengembanan profesi atau pelayanan profesional itu memerlukan pengawasan masyarakat. Tetapi pada umumnya, yang bukan pengemban profesi yang bersangkutan, tidak memiliki kompetensi teknikal untuk dapat menilai dan melakukan pengawasan yang efektif terhadap pengembanan profesi.
Termasuk birokrasi pemerintahan sulit melaksanakan pengawasan dan pengendalian kemasyarakatan (kontrol sosial) terhadap pelayanan profesional secara efektif. Daya jangkau kontrol sosial birokrasi pemerintahan dengan berdasarkan kaidah hukum sangat terbatas, baik karena sifat personal pada hubungan antara pengemban profesi dan klien maupun karena pengemban profesi memiliki kekuasaan dan menjalankan kewibawaan tertentu terhadap kliennya.
B.     Rumusan Masalah
Sebelum penulis memaparkan lebih lanjut terkait etika profesi, terlebih dahulu penulis akan memberikan rumusan masalah sebagai kerangka berfikir dalam pembahasan makalah ini. Diantara rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Apa pengertian akhlak, etika, dan profesi itu?
b.      Bagaimana peran pemerintah dalam merumuskan kode etik profesi?
c.       Sejauh mana peran kode etik/akhlak profesi di dalam memutuskan suatu keadilan?






PEMBAHASAN
Pengaruh Akhlak Profesi Hukum dalam Penegakan Keadilan

A.     Pengertian Akhlak/Etika Profesi
Etika berasal dari Bahasa Yunani “ethos” (watak atau kesusilaan). Didalam bahasa latin terdapat kata mos-mores yang berarti “adat” kebiasaan. Ada yang mengartikan perkataan etika = ethos sebagai norma, nilai, kaidah, atau ukuran tingkah laku. Istilah yang tepat adalah Moral, yang mengajarkan tentang baik dan buruknya perbuatan dan kelakuan. Tapi sebenarnya dalam pengertian sehari-hari berbeda, kalau Etika dipakai untuk menguuji sistem-sistem nilai yang ada, sedangkan Moral dipakai untuk sesuatu perbuatan yang dinilai.
Ada beberapa ilmuan ahli filsafat yang memasukkan Etika bagian dari salah satu cabang filsafat. Yang merupakan filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofi sabagai satu falsafah. Dan moralitas merupakan salah satu instumen kelompok masyarakat apabila menghendaki adanya penuntun tindakan tingkah laku untuk disebut bermoral. ( ”Ethics”, William Frankena ).
Maka Moralitas disatu pihak akan serupa dengan hukum dan dilain pihak etika, tapi berlainan dengan konvensi atau etiket. Moralitas lebih mementingkan tentang ”Kebenaran” dan ”Keharusan”, dan bukan merupakan hukum, karena tidak dan tidak dapat diubah melalui  tindakan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sanksi yang dikenakan moralitas juga hanya bersifat internal, seperti rasa bersalah, sentimen, atau rasa malu. Diluar itu norma mengacu kepada pengaturan sendiri beserta sanksi, baik itu yang lahir dari dorongan bathin, susila, ataupun paksaan fisik. Sehingga Etika dimasukkan kedalam filsafat tentang Nilai-nilai Kesusilaan.
Salomon menggariskan perbedaan antara Etika, Moral, dan Moralitas. Etika merupakan bagian dari salah satu cabang filsafat, sebagaimana yang diungkapkan William Frankena, dan nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Sedang Moral menaruh penekanan terhadap karakter dan sifat-sifat invidu yang khusus, diluar ketaatan terhadap peraturan. Sedangkan Moralitas terfokus kepada hukum-hukum dan prinsif-prinsif yang abstrak dan bebas.
Sesuai dengan hal-hal tersebut diatas, maka pengaertian etika menurut filsafat dapat dirumuskan sebagai berikut:
Etika ialah Disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya yang diaplikasikan dalam tindakan tingkah laku yang bermoral.
Ada orang yang berpendapat bahwa etika sama dengan akhlak. Persamaan itu memang ada, karena keduanya membahas masalah baik buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia di tiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dam buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan di dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) dalam konsepsi yang berlainan.
Profesi adalah : suatu jenis pekerjaan, yang karena sifatnya menuntut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan-latihan istimewa.
Yang termasuk dalam pengertian profesi, misalnya: pekerjaan Dokter, Ahli Hukum, Akuntan, Guru, Arsitek dan yang lainnya. Pekerjaan itu diartikan sebagai ”jabatan”, baik dalam dunia kerja atau dalam suatu kegiatan. Istilah jabatan adalah suatu kegiatan yang mendukung seseorang untuk memperoleh sebutan ”legaal” dalam lingkungannya, dan lebih spisifiknya istilah itu menjadi  istilah ”Kepala” ketika seseorang seseorang diangkat untuk menduduki jabatan itu. Karena suatu profesi lebih menuntut suatu standar kemampuan tehnik bekerja dalam disiplin ilmu pengetahuan yang spesifik dan tinggi.
Dari batasan diatas tersebut dapat diketahui bahwa untuk dapat menentukan apakah suatu lapangan kerja dapat dikategorokan sebagai profesi, diperlukan:
1.      pengetahuan
2.      penerapan keahlian (Commpetement of Application)
3.      Tanggup jawab sosial (social responsibility)
4.      Self Control
5.      pengakuan oleh masyarakat (Sosial sanction).
Menurut Brandeis yang dikutip oleh A. Patteren Jr., untuk dapat disebut sebagai profesi maka pekerjaanitu sendiri harus mencerminkan adnya dukungan yang berupa:
1.      Ciri-ciri pengetahuan (intelectual character)
2.      Diabadikan untuk kepentingan orang lain.
3.      Keberhasilan tersebut bukan didasarkan pada keuntungan financial
4.      Didukaung oleh adanya organisasi profesi, dan organisasi profesi tersebut antara lain menentukan berbagai ketentuan yang merupakan kode etik, serta pula bertanggung jawab dalam memajukan dan penyebaran profesi yang bersngkutan
5.      Ditentukan adnya standar kwalifikasi profesi.
Dari uraian tersebut diatas dapatlah ditentukan pembatasan kriteria apa yang disebut profesi, antara lain :
1.      Pengetahuan
2.      keahlian/kemahiran
3.      Mengabdi kepada kepentingan orang banyak
4.      Tidak mengutamakan keuntungan finansial
5.      Adanya organisasi atau assosiasi profesi
6.      Pengakuan masyarakat
7.      Kode Etik.
Wahyu sumidjo, menyatakan bahwa profesi itu merupakan struktur pengertian yang didalmnya mencakup antara lain butiran-butiran diatas. Kekhususan yang dimaksud, pada hakekatnya berupa kriteria yang disyaratkan oleh setiap jenis tugas yang dapat disebut profesi yaitu bukan sekedar kepandaian atau keterampilan dalam menggunakan alat-alat dan memanfaaatkan bahan-bahan, melainkan adanya dukungan secara terpadu. 
Kalau kata profesi disatukan dengan kata etika, yang berarti ”Etika Profesi”.maka Etika Profesi mengandung pengertian suatu etika yang berlaku dalam lingkungan profesi tertentu. Dan pada umumnya setiap profesi tersebut sudah terikat oleh suatu Kode Etik Profesi itu. Sebaliknya Etika Jabatan mengandung arti etika yang berlaku dalam lingkungan ”pegawai”  yang memiliki jabatan tersebut.
Etika profesi hukum erat hubungannya dengan tugas profesi hukum. Nilai suatu etika profesi tidak sama dengan nilai etika yang berlaku umum, namun kedua etika itu mempunyai kesamaan pada kesadaran moral yang menjadi landasan setiap perbuatan manusia yang bermoral.
Moralitas adalah kualitas perbuatan manusia untuk berprilaku yang dapat membedakan prilaku yang benar atau salah, baik atau buruk, dan perbuatan yang demikian itu dikehendaki atau tidak dikehendaki serta perbuatan itu sesuai atau tidak dengan suara hati nuraninya.
Perangkat etika adalah study nilai-nilai manusiawi yang didasarkan atas kodrat manusia dan memanifestasikannya dalam kehendak dan prilaku manusia. Artinya etika menjadi perangsang timbulnya kesadaran moral antara pembenaran dan ketidak benaran.
Hubungan antara etika dan profesi adalah setiap orang harus memperhatikan etika umum dan oleh karena kelompok orang profesi harus menyandang etika khusus dari profesi yang bersangkutan.
Seorang profesi atau sekelompok profesi hukum yang harus bekerja secara profesional tetapi dinodai oleh prilaku tidak memperdulikan tujuan moralitas berarti bekerja tidak professional dan profesi hukum tersebut tidak bermoral.
Suatu profesi adalah suatu kelompok terbatas dari orang atau beberapa orang yang mempunyai keahlian khusus yang diperoleh dari pendidikan tinggi atau pengalaman khusus berderajat tinggi dan dengan keahlian itu mereka dapat berfungsi dalam masyarakat untuk berperilaku memberikan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik dibandingkan dengan warga masyarakat lain pada umumnya.
Seorang profesi hukum dan bekerja secara professional harus tertarik pada pengembangan sumber daya manusia dan kesejahteraan manusia serta penuh kerelaan menerima kewajiban atas dasar norma moral, oleh karenya profesi hukum yang professional itu pasti akan lebih mengutamakan prilaku yang baik untuk pelayanan hukum terhadap sesamanya.
Norma etika yang berlaku bagi profesi hukum diwujudkan dalam kode etik profesi hukum akan memberikan arahan/pedoman bagi profesi hukum untuk menjalankan suatu pekerjaan secara professioanal dan sekaligus menjamin mutu moralitas profesi dimata masyarakat.
Satu sikap kode etik profesi dapat merubah dan diubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan iptek. Namun perubahan dapat dicegah untuk kemungkinan timbulnya penyalahgunaan yang meresahkan masyarakat dan mengacaukan kehidupan profesi itu sendiri.
Etika profesi membawa tanggung jawab profesi hukum yang mengandung  suatu sifat kode etik profesi.
Dua tuntunan kode etik profesi:
1.      Keharusan untuk menjalankan profesinya secara bertanggung jawab.
2.      Keharusan untuk tidak melanggar hak-hak orang lain.
Tiga keperluan rumusan tertulis Kode Etik Profesi untuk di sosisalisasikan dengan alasan:
1.      Kode Etik sebagai sarana kontrol sosial
2.      Kode Etik daaapat mencegah pengawasan atau campur tangan tanpa perlu dilakukan oleh pihak luar bukan kalangan profesi.
3.      Kode Etik perlu untuk mengembangkan petunjuk baku dari kehendak yang lebih tinggi berdasarkan moral.
Empat Karakter Kode Etik yang meliputi:
1.      Merupakan produk etika terapan yang dihasilkan bedasarkan penerapan pilihan konsep-konsep pemikiran etis atas suatu profesi tertentu.
2.      Merupakan hasil self-regulation dari profesi itu sendiri yang mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggap hakiki dan pada prinsipnya tidak pernah dipaksakan dari luar.
3.      Oleh karena dijiwai nilai-nilai dan cita yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri maka tidak akan efektif apabila keberadaannya ditentukan dari pemerintahan atau intansi atasan.
4.      Bertujuan untuk mencegah terjadinya perilaku yang tidak elit sehingga ada kewajiban lapor tenteng terjadinya pelanggaran.
Enam tahapan Operasionalisasi Kode Etik bagi profesi diperuntukkan:
1.      Kode Etik Profesi dimaksudkan untuk melindungi anggota organisasi dalam menghadapi persaingan pekerjaaaaan profesi yang tidak jujur dan mengembangkan tugas profesi yang sesuai dengan kepentingan masyarakat.
2.      Kode Etik dimaksudkan untuk menjalin hubungan baik para anggota profesi satu sama lainnya dan menjaga nama baik profesi.
3.      Kode Etik mencerminkan adanya hubungan tugas profesi dalam pelayanan masyarakat dan kesejahteraan sosial.
4.      Kode Etik dipergunakan untuk meraaangsang pengembangan profesi sehingga para anggota profesi diharuskan memiliki kualifikasi pendidikan tingi yang memadai
5.      Kode Etik pada dasarnya untuk mengurangi kesalah pahaman dn konflik baik dari antar anggota maupun dengan masyarakat umum.
6.      Kode Etik dimaksudkan untuk membentuk ikatan yng kuat bagi sesama anggota dan melindungi profesi terhadap keberlakuan norma hukum yang bersifat imperatif tanpa perlu sebelim disesuaikan dengan saluran norma moral profesi yang berlaku.
Keberadaan Kode Etik Profesi (Hukum) harus diperhatikan dua masalah dasar yang melekat yaitu:
1.      Bagimana membuat Kode Etik cukup jelas rumusannya dan tidak mudah ketinggalan dari kemajuan zaman.
2.      Adanya perangkat institusional ynag handaldan upaya pengembangan sarana-sarana yang efektif untk menjadi kekuatan memaksa berlakunya kode etik agar ditaati anggota profesi.
Mengantisipasi dua masalah dasar yang melekat pada Kode Etik itu dapat terhindar dari pencampuradukan antara norma etik/moral yang berbeda dengan norma hukum. Intervensi peraturan hukum yang tidak proporsional dapat mengganggu tugas spesialis dari profesi (hukum) di dalam lingkungan masyarakat.
Pelayanan hukum harus dilakukan secara profesional oleh para profesi hukum yang berkewajiban untuk mempertanggung jawabkan sesuai dengan etika profesi sebelum mempertanggung jawabkan dari norma-norma lainnya.
Jika kewajiban dan tanggung jawab profesi hukum dihubungkan dengan pemilikan kualifikasi pendidikan tinggi yang terus berkembang meningkatkan keilmuan dan keprofesionalan yang mandiri untuk kepentingan kesejahteraan manusia, agar masyarakat memperoleh jaminan pelayanan hukum yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan perkembangan etika mengikuti dinamika perubahan zaman baik dalam sekala nasional maupun internasional.
Menurut UU no. 8 (pokok-pokok kepegawaian) kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah ; sumpah hipokrates, yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.
Hipokrates adalah doktren Yunani kuno yang digelari: Bapak Ilmu Kedokteran. Beliau hidup dalam abad ke-5 SM. Menurut ahli-ahli sejarah belum tentu sumpah ini merupakan buah pena Hipokrates sendiri, tetapi setidaknya berasal dari kalangan murid-muridnya dan meneruskan semangat profesional yang diwariskan oleh dokter Yunani ini.
Walaupun mempunyai riwayat eksistensi yang sudah-sudah panjang, namun belum pernah dalam sejarah kode etik menjadi fenomena yang begitu banyak dipraktekkan dan tersebar begitu luas seperti sekarang ini. Jika sungguh benar zaman kita di warnai suasana etis yang khusus, salah satu buktinya adalah peranan dan dampak kode-kode etik ini.
Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat.